Pengertian Kode Etik
Kode etik
adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode
etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode Etik Aturan Profesi Akuntansi IAI
Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
·
Kredibilitas
Masyarakat membutuhkan
kredibilitas informasi dan sistem informasi.
·
Profesionalisme
Diperlukan individu yang
dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
·
Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan
bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja
tertinggi.
·
Kepercayaan
Pemakai jasa akuntan harus
dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi
pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
·
Prinsip Etika,
·
Aturan Etika, dan
·
Interpretasi Aturan
Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan
Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi
yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai
sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat
terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi
tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai
akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber
dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam
konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya
menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan
dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika
profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya
tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam
kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan
review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang
melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan
jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional
Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika
Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota
IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua
standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan
tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan
oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya
oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila
diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga
harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang
mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan
klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kode
etik akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika sebagai berikut :
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja
dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4.
Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa
atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan
laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6.
Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja
mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum
yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Tantangan Akuntan Publik dalam Menghadapi Era IFRS
Menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean ) dan Pasar bebas AFTA
pada tahun 2015 mendatang, para akuntan publik di indonesia secara tidak
langsung harus mengikuti standar laporan keuangan IFRS. Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik
memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk
berkiprah di kancah nasional. Secara
tidak langsung, kondisi seperti ini bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan
pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia tentunya akan lebih
memilih untuk merekrut akuntan asing yg sudah lebih dulu paham tentang standard
IFRS.
International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair‘ (IFRS framework paragraph 46).
Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi keluaran
FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan IFRS
karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa
pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh
pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four mengatakan bahwa banyak
klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat
memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar
akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk
bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi lintasnegara.
Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi berbeda dengan prinsip
yang saat ini berlaku.Beberapa hal terbesar dari perbedaan itu antara lain :
1. Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian
aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai
dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi
Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang
jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
2. Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK
terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan
Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen
(Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas
Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak
lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan
Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas.
Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi
dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi),
Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
3. Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak
atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva
berdasarkan fair-value basis.
Tujuan IFRS adalah :
1.
Memastikan
bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan
dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi
2.
transparansi bagi para pengguna dan dapat
dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
3.
Menyediakan
titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
4.
dapat
dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Manfaat dari adanya suatu standard global IFRS :
1.
Pasar
modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local
2.
investor
dapat membuat keputusan yang lebih baik
3.
perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4.
gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam
mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar